Selasa, 31 Juli 2012

Bintang Untuk Ayah

 


Sebagai seorang siswa di SMA Karya Abadi yang notabene merupakan sma terbaik di Jakarta Ebin memiliki rutinitas yang sangat padat. Namun, hari ini dia menyempatkan diri pergi  ke dokter untuk mengambil hasil check up minggu lalu. Selama ini Ebin sering sakit kepala, mual dan mimisan, maka dari itu dia memutuskan untuk periksa ke dokter.
˝Apa, Kanker otak?˝ Ebin kaget mendengar vonis dokter tentang penyakitnya. Rasanya semua hal yang dia impikan menjauh, termasuk mimpi ayahnya.
˝Iya Ebin, kamu terkena kanker otak. Kamu harus segera melakukan operasi agar kankermu tidak semakin parah˝ kata Dokter Erik yang memeriksa Ebin.
˝Apa…. apa saya bisa sembuh total, Dok?˝ tanyanya sambil menangis.
˝Kemungkinan itu pasti ada. Kami dari tim dokter akan berusaha yang terbaik untuk kamu, untuk sementara kamu bisa minum obat ini dulu. Obat ini akan sangat membantu kamu˝, kata dokter menyemangatinya.
Ebin tak tahu dan tak mau tahu berapa lama ia akan dapat bertahan hidup. Mendengar kata operasi, kemotrafi, dan istilah lain yang tidak ingin Ebin mengerti terlintas dalam benaknya tentang keadaan keuangan keluarganya. Operasi dan hal-hal lain terkait penyembuhan penyakitnya itu pasti memerlukan biaya yang sangat mahal. Tapi sayangnya Ebin lahir dari keluarga yang sederhana. Ibu pergi meninggalkan Ebin saat dia masih berusia empat tahun. Kondisi ekonomi keluarga yang tak bersahabat memaksa ayahnya harus membanting tulang untuk menghidupi keluarga dan biaya sekolah Ebin. Melihat kondisi keluarganya sempat terpikir olehnya untuk berhenti sekolah dan bekerja untuk menambah penghasilan. Namun, rencana itu mendapat kecaman keras dari ayahnya. Ayah yang selama ini hanya pekerja biasa benar-benar tidak ingin Ebin seperti dirinya. Dia ingin Ebin menjadi lebih baik sehingga bisa mengangkat nama baik keluarga.
Ebin pulang ke rumah dengan pikiran hampa. Air matanya mengalir seakan tak terbendung. Semua masalah yang dihadapinya benar-benar membebani hidup Ebin. ˝Darimana aku bisa mendapat uang sebanyak itu? Kenapa aku bisa terkena penyakit ini. Tuhan, apa salahku, kenapa harus aku? ˝ ucap Ebin yang tak mampu menahan tangis di sepanjang jalan pulang.
Sesampainya di rumah, Ebin berusaha menenangkan dirinya seolah tak terjadi apa-apa. Dia tidak ingin ayahnya tahu masalah ini. Biar bagaimanapun ayah sudah cukup berat dengan beban yang dipikulnya.  Seperti biasa Ebin menyiapkan secangkir kopi untuk ayah sambil menunggunya pulang. Mereka biasanya setiap malam  ngobrol bersama menceritakan pengalaman unik hari ini.
Malam ini tak seperti biasanya. Ebin menatap langit dari jendela rumahnya. Bintang-bintang dilangit lebih banyak dari biasanya. Entahlah, mungkin bintang itu memang dikirim untuk menghibur hati Ebin yang sedang resah. Dari luar terdengar ketukan pintu yang lembut, dan ternyata ayah pulang. ˝ Malam Ebin, bagaimana hari ini di sekolah, kenapa murung seperti ini? ˝ tanya ayah.
Ebin terdiam dan tak tahu seperti apa rangkaian kata yang tepat untuk ayahnya. Dia memeluk ayahnya. Ebin merasakan kenyamanan di pelukan ayah yang selama ini membesarkannya dengan penuh kasih sayang. ˝Ayah, hari ini sangat indah karena aku punya ayah yang luar biasa. Aku ingin ayah selalu ada untukku. Aku sayang ayah, aku nggak mau pergi dari ayah˝ air matanya menetes dan Ebin memeluk ayah dengan sangat keras.
Mungkin ayah bingung, tapi dia berusaha untuk menenangkan Ebin. ˝Ebin kenapa? ada masalah apa? Ayo cerita sama ayah, pasti ayah akan membantumu semampu ayah ˝.
˝Enggak ayah, aku hanya ingin ayah selalu ada untuk aku saat ini dan selamanya˝.
Ayah semakin bingung mendengar kata-kata anaknya ˝Ayah bingung dengan kata-kata yang tidak biasa hari ini. Mungkin kamu belum siap untuk cerita sama ayah. Lebih baik sekarang kamu istirahat. Semoga besok akan jadi hari yang lebih indah untukmu˝ kata ayah sambil mengusap-usap rambutnya.
Ebin memang sangat dekat dengan ayah. Hampir setiap hal dia ceritakan kepada ayah. Namun, untuk masalah penyakit kanker otak yang dialaminya rasanya sulit baginya menggerakkan lidah. Ebin gelisah, apa mungkin dia  masih bisa membahagiakan ayah nanti dengan kondisi seperti sekarang ini.
Ebin memang orang yang sangat tegar. Penyakit yang dialaminya tidak membuatnya putus semangat. Ebin mencoba mencari kerja secara diam-diam dari ayah, dia mengumpulkan uang untuk biaya operasi. Namun kondisi fisik yang semakin lemah membuat Ebin  harus gonta-ganti kerjaan dan akhirnya diapun dipecat dari pekerjaannya.
Semenjak kejadian itu, Ebin seakan kehilangan harapan untuk operasi. Namun, dia tak mau menghabiskan sisa hidupnya dengan sia-sia Dia sering berkunjung dan menghabiskan waktu ke panti asuhan dekat rumahnya. Dia sering berbagi cerita dan menghibur anak-anak disana. Ia ingin membagi kebahagiaan kepada banyak orang sebelum Tuhan menjemputnya.  Tidak heran anak-anak disana menganggapnya seperti malaikat yang datang untuk mengisi hari-hari mereka.
Setiap malam Ebin selalu menuliskan butir-butir  impiannya dan bercerita tentang sakit yang dialaminya, kemudian dia meletakkannya pada secret box yang spesial dia beli. Setidaknya secret box adalah sahabatnya selama ini yang tahu semua hal tentang dirinya.
Saat aku lulus nanti, aku ingin mempersembahkan kado terindahku untuk ayah.
Sisa hidupku akan aku lakukan hal-hal yang membuat ayah bahagia.
Aku akan sehat, aku pasti sehat. Aku akan buat ayah bahagia dan bangga denganku.
Matahari memang pergi meninggalkan bumi, tapi dia akan kembali. Namun, saat aku juga pergi meninggalkan bumi, apa aku bisa kembali?.
Kalau aku diberikan umur yang lebih panjang, bantulah aku untuk mewujudkan impian ayah. Tetapi kalau aku harus pergi sebelum mimpi itu terjadi,……………

Ebin tak sanggup lagi menulis, karena dia memang tak tau apa yang akan terjadi kalau dia pergi sebelum ia mampu mewujudkan impian ayah. Ayah ingin melihat Ebin menjadi sarjana dan orang yang berguna untuk keluarga. Sungguh impian yang sangat mulia untuk seorang ayah.

Hari demi hari seakan berlalu begitu cepat. Kondisi Ebin nampak semakin parah, sakit dikepala dan mimisan semakin sering menyerangnya tidak hanya saat di sekolah tetapi juga di rumah. Ebin menahan jeritan karena tak ingin ada yang tahu terutama ayahnya.  Selama ini dia bertahan hanya dengan obat yang dia dapat dari dokter. Obat itu dia beli dengan menyisihkan uang sakunya karena tidak ingin merepotkan ayahnya.

Hari ini Ebin pulang lebih cepat dari biasanya karena ada rapat dewan guru. Sesampainya di rumah dia kaget melihat ayahnya menangis menatapi secarik kertas di tangan kanannya. Entah kertas apa itu, Ebin juga tak tau.
˝Ayah dengar tadi kamu pingsan lagi ya di sekolah?˝ tanya ayah ketika melihat anaknya.
˝Ayah pulang cepat hari ini?˝tanya Ebin mengalihkan pembicaraan.
˝Ayah khawatir sama kamu, ayah dapet telpon dari guru. Katanya kamu sering sakit dan tidak konsentrasi saat belajar˝ kata ayah dengan muka khawatir.
˝Oh.. yang itu,, aku cuma pusing biasa aja kok,, tugas sekolah sangat banyak jadi aku harus bergadang untuk menyelesaikannya. Tapi kenapa ayah menangis?˝ tanya Ebin.
˝Kenapa nak, kenapa? kenapa  kamu menyembunyikan penyakitmu dari ayah? ayah adalah ayah yang paling bodoh dan jahat, ayah membiarkan putri ayah menderita sendirian menanggung penyakit ini. Maafkan ayah Ebin, ayah tidak berguna untukmu˝ kata ayah sambil memeluk Ebin dengan erat.
Ternyata kertas itu adalah hasil check-up Ebin. Ebin merasakan kasih sayang yang begitu tulus. Rasanya hidup Ebin saat ini begitu sempurna mempunyai sosok ayah sepertinya. Ebin merasa bersalah membuat ayahnya bersedih. Ayah sudah tahu penyakit Ebin, dia terhanyut dalam kesedihan, sampai tak mampu menjawab pertanyaan ayahnya.
˝Kamu harus segera dioperasi, kamu harus sembuh, kamu pasti sembuh sayang. Sekarang Ebin nggak perlu takut sendiri lagi, ada ayah disini. Ayah akan selalu menemani Ebin˝, ucap ayah.
˝Sekarang kamu enggak perlu takut lagi, ayah akan selalu ada untuk kamu sayang. Apapun…. apapun itu akan ayah lakukan untuk kamu˝ ayah menenangkan Ebin. Ebin merasa lebih tenang karena ia tak harus menyimpan masalahnya sendiri.
Keesokan harinya dia berangkat ke sekolah dan seperti biasa di sekolah guru-guru tak henti-hentinya mengingatkan muridnya untuk belajar lebih rajin karena ujian nasional sudah tinggal dua bulan lagi. Untuk memotivasi muridnya, sekolah mengeluarkan kebijakan bahwa siswa dengan nilai UN tertinggi akan mendapatkan uang sebesar 1 juta rupiah.
Mendengar hal itu Ebin begitu semangat untuk mendapatkan beasiswa itu. Uang itu akan dia pakai untuk membelikan ayah jam tangan yang selama ini ayah idamkan sebagai kado ulang tahun ayahnya. Ebin sama sekali tak menyerah sekalipun penyakitnya kambuh saat dia sedang belajar.  Setiap hari Ebin belajar hingga larut malam ditemani sang ayah. Tak jarang ayahnya ketiduran saat menunggu anaknya belajar.
Hari ini pagi-pagi buta ayah sudah pergi dari rumah. Namun, dia menyempatkan diri menemui Ebin untuk mengabarkan bahwa minggu depan Ebin sudah bisa menjalani operasinya.
˝Sungguh ayah?˝ Tanya Ebin dengan girang. ˝Tapi darimana ayah mendapatkan uang untuk operasiku?˝
Ebin tahu kalau ayahnya tak mungkin mempunyai uang sebanyak itu. Namun, ayahnya tak mau memberi tahu Ebin asal-usul uang tersebut. Akhirnya Ebin pun harus menjalani operasi membawa  rasa penasaran.
Seminggu kemudian, operasi berjalan. Ebin ke rumah sakit ditemani ayahnya dan beberapa anak panti. Operasi berlangsung sangat lama, Ebin tak tahu apa yang terjadi selama operasi berlangsung. Setelah operasi berjalan dengan lancar, orang pertama yang Ebin cari adalah ayahnya. Rasanya memang aneh karena ayah tak ada disampingnya saat-saat seperti ini. Ebin bertanya kepada dokter, tetapi tak satupun dokter mampu menjawabnya. Ebin memaksakan diri untuk mencari ayahnya. Dia meronta-ronta agar infuse di tangannya lepas. Dokter tak sanggup melihat kondisi Ebin, diapun memberi tahu kondisi yang sebenarnya.
Dunia seakan berhenti berputar dan angin berhenti berhembus ketika Ebin mendengar kabar kalau ayah sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
˝Ayaaaaaaaaaaaaaaahh… ayah maafkan Aku…..aku benar-benar menyesal. Akuu bodoh, aku egois. Kenapa aku harus tetap ada kalau ayah pergi. Untuk apa lagi aku hidup ayah˝.  Ebin sangat sedih setelah mengetahui bahwa ayahnya mendapatkan uang itu dari menjual ginjalnya dan ayah meninggal setelah menjalani operasi ginjal.
Nasi sudah menjadi bubur, semua hal sudah tak bisa diulang kembali. Ebin harus menjalani hidup sebatangkara tanpa sosok ayah disampingnya. Ditambah lagi dia belum sempat menepati janjinya kepada ayah. Mereka harus terpisah secepat ini.
Hidup Ebin sempat  hancur setelah ayahnya pergi. Ebin merasa separuh hidupnya sudah hilang. Entah apa lagi gunanya dia hidup tanpa ayah. Setelah operasi itu semuanya tak berjalan lebih baik. Anehnya penyakit itu kembali menggerogoti otaknya. Dokter heran kenapa penyakit ini bertambah separah ini. Mungkin ini karena tekanan batin yang Ebin alami semenjak operasi itu.
Ujian nasional yang ditunggu-tunggu tiba, Ebin beruntung karena dia masih bisa mengikuti ujian nasional. Usahanya selama ini tak sia-sia. Dia berhasil meraih nilai ujian nasional tertinggi. Seperti janjinya jam tangan itu dia beli untuk ayahnya. Saat  ulang tahun ayahnya tiba, Ebin berkunjung ke makam ayahnya sambil membawakan kado jam tangan untuk ayah.
˝Ayah, selamat ulang tahun. Aku bisa ayah,, aku bisa meraih nilai UN tertinggi di sekolah. Ayah masih ingat jam tangan ini kan? Lihat ayah, aku bawakan ayah jam tangan ini sebagai kado untuk ulang tahun ayah. Sekarang memang kita terpisah. Namun, ayah nggak perlu takut lagi karena sebentar lagi aku akan menemui ayah dan membawakan bintang untuk ayah sebagai pengganti mimpi ayah yang belum sempat aku wujudkan. Aku, ayah dan ibu akan berkumpul bersama˝ kata Ebin sambil menangis di atas makam ayahnya. Hidung Ebin berdarah pertanda penyakitnya kambuh lagi. Ebin pulang namun tak pulang ke rumah. Dia menuju ke panti asuhan untuk menemani anak-anak disana. Mereka adalah sumber semangat Ebin untuk tetap hidup sekarang.  
Hari menjelang malam dan Ebin masih di tempat itu bersama anak-anak. Semakin larut Ebin merasakan pandangannya semakin kabur, nafasnya semakin berat, dan Ebin menghembuskan nafas terakhirnya ditempat itu.
˝Saat malam ini tiba,dan siang telah berganti, saat itu pula aku akan pergi……. Pergi ke langit dan memetik satu bintang untuk ayah˝ .
JJ The End JJ

1 komentar: