Sebagai
seorang siswa di SMA Karya Abadi yang notabene merupakan sma terbaik di Jakarta
Ebin memiliki rutinitas yang sangat padat. Namun, hari ini dia menyempatkan
diri pergi ke dokter untuk mengambil
hasil check up minggu lalu. Selama
ini Ebin sering sakit kepala, mual dan mimisan, maka dari itu dia memutuskan
untuk periksa ke dokter.
˝Apa,
Kanker otak?˝ Ebin kaget mendengar vonis dokter tentang penyakitnya. Rasanya
semua hal yang dia impikan menjauh, termasuk mimpi ayahnya.
˝Iya
Ebin, kamu terkena kanker otak. Kamu harus segera melakukan operasi agar kankermu
tidak semakin parah˝ kata Dokter Erik yang memeriksa Ebin.
˝Apa….
apa saya bisa sembuh total, Dok?˝ tanyanya sambil menangis.
˝Kemungkinan
itu pasti ada. Kami dari tim dokter akan berusaha yang terbaik untuk kamu,
untuk sementara kamu bisa minum obat ini dulu. Obat ini akan sangat membantu
kamu˝, kata dokter menyemangatinya.
Ebin
tak tahu dan tak mau tahu berapa lama ia akan dapat bertahan hidup. Mendengar
kata operasi, kemotrafi, dan istilah lain yang tidak ingin Ebin mengerti
terlintas dalam benaknya tentang keadaan keuangan keluarganya. Operasi dan
hal-hal lain terkait penyembuhan penyakitnya itu pasti memerlukan biaya yang
sangat mahal. Tapi sayangnya Ebin lahir dari keluarga yang sederhana. Ibu pergi
meninggalkan Ebin saat dia masih berusia empat tahun. Kondisi ekonomi keluarga
yang tak bersahabat memaksa ayahnya harus membanting tulang untuk menghidupi
keluarga dan biaya sekolah Ebin. Melihat kondisi keluarganya sempat terpikir
olehnya untuk berhenti sekolah dan bekerja untuk menambah penghasilan. Namun,
rencana itu mendapat kecaman keras dari ayahnya. Ayah yang selama ini hanya
pekerja biasa benar-benar tidak ingin Ebin seperti dirinya. Dia ingin Ebin
menjadi lebih baik sehingga bisa mengangkat nama baik keluarga.
Ebin
pulang ke rumah dengan pikiran hampa. Air matanya mengalir seakan tak
terbendung. Semua masalah yang dihadapinya benar-benar membebani hidup Ebin. ˝Darimana
aku bisa mendapat uang sebanyak itu? Kenapa aku bisa terkena penyakit ini.
Tuhan, apa salahku, kenapa harus aku? ˝ ucap Ebin yang tak mampu menahan tangis
di sepanjang jalan pulang.
Sesampainya
di rumah, Ebin berusaha menenangkan dirinya seolah tak terjadi apa-apa. Dia
tidak ingin ayahnya tahu masalah ini. Biar bagaimanapun ayah sudah cukup berat
dengan beban yang dipikulnya. Seperti
biasa Ebin menyiapkan secangkir kopi untuk ayah sambil menunggunya pulang. Mereka
biasanya setiap malam ngobrol bersama
menceritakan pengalaman unik hari ini.
Malam
ini tak seperti biasanya. Ebin menatap langit dari jendela rumahnya.
Bintang-bintang dilangit lebih banyak dari biasanya. Entahlah, mungkin bintang
itu memang dikirim untuk menghibur hati Ebin yang sedang resah. Dari luar
terdengar ketukan pintu yang lembut, dan ternyata ayah pulang. ˝ Malam Ebin, bagaimana
hari ini di sekolah, kenapa murung seperti ini? ˝ tanya ayah.
Ebin
terdiam dan tak tahu seperti apa rangkaian kata yang tepat untuk ayahnya. Dia
memeluk ayahnya. Ebin merasakan kenyamanan di pelukan ayah yang selama ini membesarkannya
dengan penuh kasih sayang. ˝Ayah, hari ini sangat indah karena aku punya ayah
yang luar biasa. Aku ingin ayah selalu ada untukku. Aku sayang ayah, aku nggak
mau pergi dari ayah˝ air matanya menetes dan Ebin memeluk ayah dengan sangat
keras.
Mungkin
ayah bingung, tapi dia berusaha untuk menenangkan Ebin. ˝Ebin kenapa? ada masalah apa? Ayo cerita sama ayah, pasti ayah
akan membantumu semampu ayah ˝.
˝Enggak
ayah, aku hanya ingin ayah selalu ada untuk aku saat ini dan selamanya˝.
Ayah
semakin bingung mendengar kata-kata anaknya ˝Ayah bingung dengan kata-kata yang
tidak biasa hari ini. Mungkin kamu belum siap untuk cerita sama ayah. Lebih
baik sekarang kamu istirahat. Semoga besok akan jadi hari yang lebih indah
untukmu˝ kata ayah sambil mengusap-usap rambutnya.
Ebin
memang sangat dekat dengan ayah. Hampir setiap hal dia ceritakan kepada ayah.
Namun, untuk masalah penyakit kanker otak yang dialaminya rasanya sulit baginya
menggerakkan lidah. Ebin gelisah, apa mungkin dia masih bisa membahagiakan ayah nanti dengan
kondisi seperti sekarang ini.
Ebin
memang orang yang sangat tegar. Penyakit yang dialaminya tidak membuatnya putus
semangat. Ebin mencoba mencari kerja secara diam-diam dari ayah, dia
mengumpulkan uang untuk biaya operasi. Namun kondisi fisik yang semakin lemah
membuat Ebin harus gonta-ganti kerjaan
dan akhirnya diapun dipecat dari pekerjaannya.
Semenjak
kejadian itu, Ebin seakan kehilangan harapan untuk operasi. Namun, dia tak mau
menghabiskan sisa hidupnya dengan sia-sia Dia sering berkunjung dan
menghabiskan waktu ke panti asuhan dekat rumahnya. Dia sering berbagi cerita
dan menghibur anak-anak disana. Ia ingin membagi kebahagiaan kepada banyak
orang sebelum Tuhan menjemputnya. Tidak
heran anak-anak disana menganggapnya seperti malaikat yang datang untuk mengisi
hari-hari mereka.
Setiap
malam Ebin selalu menuliskan butir-butir
impiannya dan bercerita tentang sakit yang dialaminya, kemudian dia
meletakkannya pada secret box yang
spesial dia beli. Setidaknya secret box adalah
sahabatnya selama ini yang tahu semua hal tentang dirinya.
Saat
aku lulus nanti, aku ingin mempersembahkan kado terindahku untuk ayah.
Sisa
hidupku akan aku lakukan hal-hal yang membuat ayah bahagia.
Aku
akan sehat, aku pasti sehat. Aku akan buat ayah bahagia dan bangga denganku.
Matahari
memang pergi meninggalkan bumi, tapi dia akan kembali. Namun, saat aku juga
pergi meninggalkan bumi, apa aku bisa kembali?.
Kalau
aku diberikan umur yang lebih panjang, bantulah aku untuk mewujudkan impian
ayah. Tetapi kalau aku harus pergi sebelum mimpi itu terjadi,……………
Ebin tak sanggup lagi menulis, karena
dia memang tak tau apa yang akan terjadi kalau dia pergi sebelum ia mampu
mewujudkan impian ayah. Ayah ingin melihat Ebin menjadi sarjana dan orang yang
berguna untuk keluarga. Sungguh impian yang sangat mulia untuk seorang ayah.
Hari demi hari seakan berlalu begitu
cepat. Kondisi Ebin nampak semakin parah, sakit dikepala dan mimisan semakin
sering menyerangnya tidak hanya saat di sekolah tetapi juga di rumah. Ebin
menahan jeritan karena tak ingin ada yang tahu terutama ayahnya. Selama ini dia bertahan hanya dengan obat
yang dia dapat dari dokter. Obat itu dia beli dengan menyisihkan uang sakunya
karena tidak ingin merepotkan ayahnya.
Hari ini Ebin pulang lebih cepat dari
biasanya karena ada rapat dewan guru. Sesampainya di rumah dia kaget melihat
ayahnya menangis menatapi secarik kertas di tangan kanannya. Entah kertas apa
itu, Ebin juga tak tau.
˝Ayah
dengar tadi kamu pingsan lagi ya di sekolah?˝ tanya ayah ketika melihat anaknya.
˝Ayah
pulang cepat hari ini?˝tanya Ebin mengalihkan pembicaraan.
˝Ayah
khawatir sama kamu, ayah dapet telpon dari guru. Katanya kamu sering sakit dan
tidak konsentrasi saat belajar˝ kata ayah dengan muka khawatir.
˝Oh..
yang itu,, aku cuma pusing biasa aja kok,, tugas sekolah sangat banyak jadi aku
harus bergadang untuk menyelesaikannya. Tapi kenapa ayah menangis?˝ tanya Ebin.
˝Kenapa
nak, kenapa? kenapa kamu menyembunyikan
penyakitmu dari ayah? ayah adalah ayah yang paling bodoh dan jahat, ayah
membiarkan putri ayah menderita sendirian menanggung penyakit ini. Maafkan ayah
Ebin, ayah tidak berguna untukmu˝ kata ayah sambil memeluk Ebin dengan erat.
Ternyata
kertas itu adalah hasil check-up Ebin.
Ebin merasakan kasih sayang yang begitu tulus. Rasanya hidup Ebin saat ini
begitu sempurna mempunyai sosok ayah sepertinya. Ebin merasa bersalah membuat
ayahnya bersedih. Ayah sudah tahu penyakit Ebin, dia terhanyut dalam kesedihan,
sampai tak mampu menjawab pertanyaan ayahnya.
˝Kamu
harus segera dioperasi, kamu harus sembuh, kamu pasti sembuh sayang. Sekarang
Ebin nggak perlu takut sendiri lagi, ada ayah disini. Ayah akan selalu menemani
Ebin˝, ucap ayah.
˝Sekarang
kamu enggak perlu takut lagi, ayah akan selalu ada untuk kamu sayang. Apapun….
apapun itu akan ayah lakukan untuk kamu˝ ayah menenangkan Ebin. Ebin merasa
lebih tenang karena ia tak harus menyimpan masalahnya sendiri.
Keesokan
harinya dia berangkat ke sekolah dan seperti biasa di sekolah guru-guru tak
henti-hentinya mengingatkan muridnya untuk belajar lebih rajin karena ujian
nasional sudah tinggal dua bulan lagi. Untuk memotivasi muridnya, sekolah
mengeluarkan kebijakan bahwa siswa dengan nilai UN tertinggi akan mendapatkan
uang sebesar 1 juta rupiah.
Mendengar
hal itu Ebin begitu semangat untuk mendapatkan beasiswa itu. Uang itu akan dia
pakai untuk membelikan ayah jam tangan yang selama ini ayah idamkan sebagai
kado ulang tahun ayahnya. Ebin sama sekali tak menyerah sekalipun penyakitnya
kambuh saat dia sedang belajar. Setiap
hari Ebin belajar hingga larut malam ditemani sang ayah. Tak jarang ayahnya
ketiduran saat menunggu anaknya belajar.
Hari
ini pagi-pagi buta ayah sudah pergi dari rumah. Namun, dia menyempatkan diri
menemui Ebin untuk mengabarkan bahwa minggu depan Ebin sudah bisa menjalani
operasinya.
˝Sungguh
ayah?˝ Tanya Ebin dengan girang. ˝Tapi darimana ayah mendapatkan uang untuk
operasiku?˝
Ebin
tahu kalau ayahnya tak mungkin mempunyai uang sebanyak itu. Namun, ayahnya tak
mau memberi tahu Ebin asal-usul uang tersebut. Akhirnya Ebin pun harus
menjalani operasi membawa rasa
penasaran.
Seminggu
kemudian, operasi berjalan. Ebin ke rumah sakit ditemani ayahnya dan beberapa
anak panti. Operasi berlangsung sangat lama, Ebin tak tahu apa yang terjadi
selama operasi berlangsung. Setelah operasi berjalan dengan lancar, orang
pertama yang Ebin cari adalah ayahnya. Rasanya memang aneh karena ayah tak ada
disampingnya saat-saat seperti ini. Ebin bertanya kepada dokter, tetapi tak
satupun dokter mampu menjawabnya. Ebin memaksakan diri untuk mencari ayahnya.
Dia meronta-ronta agar infuse di tangannya lepas. Dokter tak sanggup melihat
kondisi Ebin, diapun memberi tahu kondisi yang sebenarnya.
Dunia
seakan berhenti berputar dan angin berhenti berhembus ketika Ebin mendengar kabar
kalau ayah sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
˝Ayaaaaaaaaaaaaaaahh… ayah maafkan Aku…..aku
benar-benar menyesal. Akuu bodoh, aku egois. Kenapa aku harus tetap ada kalau
ayah pergi. Untuk apa lagi aku hidup ayah˝.
Ebin sangat sedih setelah mengetahui bahwa
ayahnya mendapatkan uang itu dari menjual ginjalnya dan ayah meninggal setelah
menjalani operasi ginjal.
Nasi
sudah menjadi bubur, semua hal sudah tak bisa diulang kembali. Ebin harus
menjalani hidup sebatangkara tanpa sosok ayah disampingnya. Ditambah lagi dia belum
sempat menepati janjinya kepada ayah. Mereka harus terpisah secepat ini.
Hidup
Ebin sempat hancur setelah ayahnya
pergi. Ebin merasa separuh hidupnya sudah hilang. Entah apa lagi gunanya dia
hidup tanpa ayah. Setelah operasi itu semuanya tak berjalan lebih baik. Anehnya
penyakit itu kembali menggerogoti otaknya. Dokter heran kenapa penyakit ini
bertambah separah ini. Mungkin ini karena tekanan batin yang Ebin alami
semenjak operasi itu.
Ujian
nasional yang ditunggu-tunggu tiba, Ebin beruntung karena dia masih bisa
mengikuti ujian nasional. Usahanya selama ini tak sia-sia. Dia berhasil meraih
nilai ujian nasional tertinggi. Seperti janjinya jam tangan itu dia beli untuk
ayahnya. Saat ulang tahun ayahnya tiba,
Ebin berkunjung ke makam ayahnya sambil membawakan kado jam tangan untuk ayah.
˝Ayah,
selamat ulang tahun. Aku bisa ayah,, aku bisa meraih nilai UN tertinggi di
sekolah. Ayah masih ingat jam tangan ini kan? Lihat ayah, aku bawakan ayah jam
tangan ini sebagai kado untuk ulang tahun ayah. Sekarang memang kita terpisah.
Namun, ayah nggak perlu takut lagi karena sebentar lagi aku akan menemui ayah
dan membawakan bintang untuk ayah sebagai pengganti mimpi ayah yang belum
sempat aku wujudkan. Aku, ayah dan ibu akan berkumpul bersama˝ kata Ebin sambil
menangis di atas makam ayahnya. Hidung Ebin berdarah pertanda penyakitnya
kambuh lagi. Ebin pulang namun tak pulang ke rumah. Dia menuju ke panti asuhan
untuk menemani anak-anak disana. Mereka adalah sumber semangat Ebin untuk tetap
hidup sekarang.
Hari
menjelang malam dan Ebin masih di tempat itu bersama anak-anak. Semakin larut
Ebin merasakan pandangannya semakin kabur, nafasnya semakin berat, dan Ebin
menghembuskan nafas terakhirnya ditempat itu.
˝Saat malam ini tiba,dan siang telah berganti,
saat itu pula aku akan pergi……. Pergi ke langit dan memetik satu bintang untuk
ayah˝ .
JJ The End JJ